DIABETES mellitus (DM) yang sering disebut orang awam “kencing manis”, merupakan sejumlah gangguan yang memiliki ciri-ciri khas utama tingginya kadar gula dalam darah. Diabetes berarti “mengalir terus” karena penderitanya selalu minum dan dalam jumlah banyak, kemudian mengalir terus berupa urin alias kencing. Sementara mellitus berarti “manis”, sebab urin penderitanya mengandung glukosa alias gula darah yang berasa manis.
PADA dasarnya, DM disebabkan oleh hormon insulin penderita yang tak mencukupi atau tidak efektif sehingga tak dapat bekerja normal. Padahal, pada orang normal, insulin mempunyai peran utama mengatur kadar gula dalam darah; sekitar 60-120 mg/dl dalam keadaan puasa, dan di bawah 140 mg/dl pada dua jam sesudah makan.
Ada dua kategori DM yang paling umum, yakni diabetes tipe 1 dan diabetes tipe 2. Diabetes tipe 1, DM yang diidap oleh 5-10 persen penderita, biasanya terjadi pada anak-anak atau orang dewasa muda. Sementara diabetes tipe 2, DM yang diidap oleh 90-95 persen dari semua penderita diabetes, meningkat dalam jumlah, khususnya pada populasi minoritas.
Diabetes dijumpai pada semua kelompok populasi dan umur, tetapi meningkat dalam jumlah penderita pada kelompok lansia (lanjut usia) dan orang-orang berkulit hitam, Hispanic, penduduk asli Amerika, dan orang-orang Asia.
The Congressionally-Established Diabetes Research Working Group (1999) melaporkan bahwa walaupun kematian karena penyakit-penyakit kanker, stroke, dan kardiovaskular cenderung berkurang sejak 1988, angka kematian karena diabetes naik sekitar 30 persen. Usia harapan hidup orang-orang yang menderita diabetes rata-rata 15 tahun lebih pendek dari orang-orang yang tidak menderita.
Di Indonesia, terutama di masyarakat kota, diabetes tergolong penyakit yang menonjol saat ini.
Penelitian Waspadji tahun 1982 menemukan, ada 1,7 persen penderita diabetes di Jakarta, dan tahun 1992 naik menjadi 5,7 persen. Penelitian epidemiologi di Depok tahun 2001-kerja sama Perkeni (Perkumpulan Endokrinolog Indonesia) dan Departemen Kesehatan-mendapatkan jumlah penderita diabetes 6,2 persen. (Kompas, 5 November 2001). Kasus diabetes paling banyak di Indonesia dijumpai di Manado yang mencapai 6,1 persen. (Kompas, 29 Mei 2002).
Berdasarkan catatan WHO tahun 1998, jumlah penderita diabetes di Indonesia menduduki peringkat ke-6 terbanyak di dunia setelah India, Cina, Rusia, Jepang, dan Brazil. Jumlah penderita diabetes di Indonesia diperkirakan akan meningkat menjadi 12 juta jiwa dalam tahun 2025. Peningkatan 250 persen dari 5 juta penderita pada tahun 1995 itu terjadi akibat meningkatnya populasi penduduk lansia dan perubahan pola hidup, mulai dari jenis makanan yang dikonsumsi sampai berkurangnya aktivitas fisik.
Selama berabad-abad, lebih dari 400 tanaman berhasil dikenali sebagai “obat” diabetes. Di Eropa, Asia, dan Timur Tengah, bawang merah mentah sudah lama dijadikan makanan pilihan favorit untuk mengendalikan gula darah. Di Puerto Rico, Kuba, dan Santo Domingo, paria telah digunakan secara luas sebagai “obat” tradisional untuk diabetes.
Studi mutakhir membuktikan bahwa konsumsi makanan tinggi serat, khususnya serat larut, dapat memperbaiki kontrol terhadap gula dalam darah penderita diabetes tipe 2. Studi tersebut dilakukan oleh dr Manisha Chandalia dan kolega-koleganya dari Bagian Ilmu Penyakit Dalam dan Pusat Gizi Manusia, University of Texas Southwestern Medical Center, Dallas, Amerika Serikat.
Khasiat tolbutamide dalam bawang merah
Bawang merah sudah lama menduduki tempat terhormat dalam ilmu kedokteran sebagai “obat” diabetes. Penelitian-penelitian modern memperlihatkan, bawang merah memiliki “kekuatan” menurunkan gula darah, dan dayanya dimiliki pada kadar yang ditemukan dalam makanan.
Para peneliti India yang melakukan pemberian bawang merah, baik berupa jus maupun bawang merah “bulat” alias masih utuh, sebesar 25-200 gram pada subjek yang ditelitinya, mendapatkan bahwa makin banyak bawang merah yang diberikan, makin besar gula darah yang berkurang. Tak ada perbedaan antara bawang merah mentah dan bawang merah yang telah direbus.
Menurut teori tim peneliti, bawang merah mempengaruhi metabolisme gula dalam hati, atau metabolisme pelepasan insulin, dan/atau mencegah perusakan insulin. “Agen” yang mungkin mempunyai kemampuan hipoglikemia, menurunkan kadar gula darah, aktif itu adalah allyl propyl disulfide dan allicin. Bukti eksperimen dan klinis menunjukkan bahwa allyl propyl disulfide menurunkan gula darah dengan cara meningkatkan “masa hidup” (lifespan) insulin.
Sebenarnya, sudah sejak tahun 1923 ilmuwan-ilmuwan mendeteksi terdapatnya depressor gula darah dalam bawang merah, dan pada 1960-an, para peneliti berhasil mengisolasi senyawa antidiabetes dari bawang merah yang bekerja mirip dengan obat farmasi antidiabetes umum, dikenal sebagai tolbutamide, yang sering dipakai untuk mengurangi kadar gula darah. Cara kerja tolbutamide ialah merangsang sintesis dan pengeluaran insulin. Pada kelinci percobaan, ekstrak bawang merah memperlihatkan, 77 persen sama efektifnya dengan dosis standar tolbutamide.
Hasil penelitian lain menunjukkan, bawang merah mempunyai efek menurunkan gula dan lemak darah. Oleh sebab itu, dianjurkan untuk menambahkan bawang merah ke dalam setiap hidangan makanan. Bawang merah dapat digunakan setelah makan dalam jumlah bebas.
Serat larut dalam makanan alami
Tingginya kadar gula darah merupakan masalah utama pada diabetes. Riset membuktikan bahwa serat memiliki efek kuat terhadap pengendalian gula darah.
Pada studi yang dilakukan Chandalia et al, 13 penderita diabetes tipe 2 diminta mengikuti dua jenis diet, masing-masing selama enam minggu. Diet pertama adalah diet yang mengandung serat dalam jumlah moderat (total serat 24 g; 8 g serat larut dan 16 g serat tidak larut), sebagaimana dianjurkan American Diabetes Association. Sementara, diet kedua ialah diet tinggi serat (total serat 50 g; masing-masing 25 g serat larut dan serat tak larut) yang mengandung susunan makanan alami sarat serat.
Kedua diet, yang disiapkan di dapur riset, mengandung zat gizi makro dan energi yang sama (lihat Tabel). Chandalia dkk kemudian membandingkan efek dari dua diet tersebut terhadap kontrol gula darah dan kadar lemak darah.
Hasilnya? Penderita-penderita diabetes yang mengonsumsi total serat 50 g sehari-sama dengan 7 hingga 8 porsi buah dan sayuran-alias diet tinggi serat mempunyai kadar gula darah lebih rendah dan lebih stabil daripada penderita-penderita diabetes yang mengonsumsi diet moderat serat. Diet tinggi serat juga menurunkan kadar kolesterol total darah sekitar 7 persen.
Bagaimana mekanisme tepatnya konsumsi makanan tinggi serat dapat memperbaiki pengendalian gula darah, belum jelas. Namun, hal tersebut diduga disebabkan oleh serat larut jenis gum dan pektin yang dapat memperlambat pengosongan lambung, dan bahkan memperlambat atau menurunkan penyerapan gula darah.
Studi Chandalia dkk menunjukkan pula bahwa asupan (intake) serat larut yang tinggi mungkin dicapai dengan mengonsumsi makanan alami yang sarat serat. Diet tinggi serat dan sedikit efek sampingnya dapat diterima dengan baik oleh para penderita. Oleh karena itu, untuk meningkatkan konsumsi seratnya, para penderita diabetes dianjurkan untuk mengonsumsi makanan alami sarat serat dibandingkan dengan preparat atau suplemen serat.
Makanan-makanan sarat serat yang digunakan untuk diet tinggi serat dalam penelitian Chandalia dan kawan-kawan adalah buah berupa sajian koktail, jeruk segar, nanas segar, pepaya segar, buah persik (peach) segar, buah ceri, tomat segar, jagung, zucchini, kacang hijau, roti whole-wheat, dan havermout (oatmeal dan oat bran). Buah terutama jeruk dan nanas, kacang hijau, dan havermout merupakan sumber serat larut yang andal.
( Sumber :http://cuek.wordpress.com/2007/10/09/bawang-merah-dan-makanan-sarat-serat-untuk-turunkan-kadar-gula-darah/ )
No comments:
Post a Comment