Halusinasi  adalah persepsi panca indera yang terjadi tanpa adanya rangsangan  eksternal atau tanpa melibatkan sumber dari luar, pada reseptor-reseptor  panca indera. Dengan kata lain, halusinasi adalah persepsi tanpa obyek.
Kualitas dari persepsi itu dirasakan oleh penderita sangat jelas, substansial dan berasal dari luar ruang nyatanya. 
Definisi  ini dapat membedakan halusinasi dengan mimpi, berkhayal, ilusi dan  pseudohalusinasi (tidak sama dengan persepsi sesungguhnya, namun tidak  dalam keadaan terkendali). Contoh dari fenomena ini adalah dimana  seseorang mengalami gangguan penglihatan, dimana ia merasa melihat suatu  objek, namun indera penglihatan orang lain tidak dapat menangkap objek  yang sama.
Halusinasi  juga harus dibedakan dengan delusi pada persepsi, dimana indera  menangkap rangsang nyata, namun persepsi nyata yang diterimanya itu  diberikan makna yang dan berbeda (bizzare). Sehingga orang yang mengalami delusi lebih percaya kepada hal-hal yang atau tidak masuk logika.
Beberapa ahli mencoba mendefinisikan halusinasi sebagai berikut:
- Halusinasi       adalah ketidakmampuan klien dalam mengidentifikasi dan  menginterpretasikan      stimulus yang ada sesuai yang diterima oleh  panca indra yang ada (Fortinash, 1995).
 - Halusinasi       adalah suatu keadaan dimana individu mengalami suatu perubahan  dalam      jumlah atau pola rangsang yang mendekat (baik yang dimulai  secara      eksternal maupun internal) disertai dengan respon yang  berkurang,      dibesar-besarkan, distorsi atau kerusakan rangsang  tertentu (Towsend, 1998).  
 - Halusinasi adalah persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal yang tidak realita atau tidak ada (Sheila L Videbeck, 2000).
 
Halusinasi merupakan salah satu gejala yang sering ditemukan pada klien dengan gangguan jiwa (Schizophrenia)  dan pencandu narkoba. Dari seluruh klien Schizofrenia, 70% diantaranya  mengalami halusinasi. Halusinasi juga dapat terjadi pada orang normal,  yaitu halusinasi yang terjadi pada saat pergantian antara waktu tidur  dan waktu bangun. Hal ini disebut halusinasi hypnagogik. Gangguan jiwa lain yang juga disertai dengan gejala halusinasi adalah gangguan manik depresif dan delerium.
Halusinasi  merupakan gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang  sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada  rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi  melalui panca indra tanpa stimulus eksternal atau persepsi palsu.  Berbeda dengan ilusi dimana klien mengalami persepsi yang salah terhadap  stimulus, salah persepsi pada halusinasi terjadi tanpa adanya timulus  eksternal yang terjadi. Stimulus internal dipersepsikan sebagai sesutu  yang nyata ada oleh klien.
Halusinasi  merupakan suatu gejala penyakit kejiwaan yang gawat (serius). Sebagai  contoh, individu mendengar suara tanpa adanya rangsangan akustik.  Individu melihat sesuatu tanpa adanya rangsangan visual, membau sesuatu  tanpa adanya rangsangan dari indera penciuman.
Rentang Respon Halusinasi
Rentang Respon Halusinasi
Halusinasi  merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berada dalam  rentang respon neurobiologi. Ini merupakan respon persepsi paling  maladaptif. Jika klien sehat, persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi  dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima  melalui panca indra ( pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan,  dan perabaan ). Klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulus  panca indra walaupun sebenarnya stimulus itu tidak ada. 
Diantara  kedua respon tersebut adalah respon individu yang karena sesuatu hal  mengalami kelainan persepsi yaitu salah mempersepsikan stimulus yang  diterimanya yang disebut sebagai ilusi. Klien mengalami ilusi, jika  interpretasi yang dilakukannya terhadap stimulus panca indra tidak  akurat sesuai stimulus yang diterima.
Bermacam-macan bentuk halusinasi
Halusinasi akustik (pendengaran atau auditori)
Halusinasi akustik (pendengaran atau auditori)
Halusinasi ini sering berbentuk :
Akoasma, yaitu suara-suara yang kacau balau yang tidak dapat dibedakan secara tegas
Phonema, yaitu suara-suara yang berbentuk suara jelas seperti yang berasal dari manusia, sehingga penderita mendengar kata-kata atau kalimat kalimat tertentu. Penderita seperti mendengar suara-suara, sering mendengar suara-suara orang berbicara atau membicarakannya, suara-suara tersebut biasanya familiar. Halusinasi ini paling sering dialami klien dibandingkan dengan halusinasi yang lain.
Halusinasi visual (penglihatan)
Akoasma, yaitu suara-suara yang kacau balau yang tidak dapat dibedakan secara tegas
Phonema, yaitu suara-suara yang berbentuk suara jelas seperti yang berasal dari manusia, sehingga penderita mendengar kata-kata atau kalimat kalimat tertentu. Penderita seperti mendengar suara-suara, sering mendengar suara-suara orang berbicara atau membicarakannya, suara-suara tersebut biasanya familiar. Halusinasi ini paling sering dialami klien dibandingkan dengan halusinasi yang lain.
Halusinasi visual (penglihatan)
Penderita  merasa melihat sesuatu yang sebenarnya tidak ada, , seperti cahaya atau  seseorang yang telah mati. Halusinasi visual sering menimbulkan  ketakutan yang hebat pada penderita. 
Halusinasi olfaktorik (pembauan)
Penderita  merasa membau sesuatu yang tidak dia sukai, padahal di tempat tersebut  tidak ada bau.. Halusinasi ini merupakan gambaran dari perasaan bersalah  penderita. Tipe ini sering ditemukan pada klien dengan dimensia seizure  atau mengalami gangguan cerebrovaskuler.
Halusinasi taktil (perabaan)
Halusinasi  ini sering dijumpai pada pencandu narkotika dan obat terlarang.  Perasaan nyeri, nikmat atau tidak nyaman padahal stimulus itu tidak ada.
Halusinasi haptik
Halusinasi haptik
Halusinasi  ini merupakan suatu persepsi, di mana seolah-olah tubuh penderita  bersentuhan secara fisik dengan manusia lain atau benda lain. Seringkali  halusinasi haptik ini bercorak seksual, dan sangat sering dijumpai pada  pencandu narkoba.
Halusinasi kinestetik
Penderita  merasa bahwa anggota tubuhnya terlepas dari tubuhnya, mengalami  perubahan bentuk, dan bergerak sendiri. Hal ini sering terjadi pada  penderita Schizophrenia dan pencandu narkoba.
Halusinasi autoskopi
Halusinasi autoskopi
Penderita seolah-olah melihat dirinya sendiri berdiri di hadapannya. 
Halusinasi Pengecapan (gustatori)
Termasuk  rasa yang tidak hilang pada mulut, perasaan adanya rasa makanan dan  berbagai zat lainnya yang dirasakan oleh indra pengecapan klien. 
Pencetus terjadinya halusinasi
- Sakit dengan panas tinggi sehingga mengganggu keseimbangan tubuh.
 - Gangguan jiwa Skizofrenia
 - Pengkonsumsian narkoba atau narkotika tertentu seperti : ganja, morphin, kokain, dan ltd
 - Mengkonsumsi alkohol berkadar diatas 35% : seperti vodka, gin diatas batas kewajaran
 - Trauma yang berlebihan.
 
Faktor predisposisi dari halusinasi menurut Stuart & Laraia (1998) adalah aspek biologis, psikologis, genetik, sosial, dan biokimia. 
Beberapa faktor  di masyarakat (faktor sosial)  dapat membuat seseorang terisolasi dan kesepian, sehingga menyebabkan  kurangnya rangsangan dari eksternal. Stress yang menggangggu sistem  metabolisme tubuh akan mengeluarkan suatu zat yang bersifat halusinogen.
Faktor presipitasi menurut Stuart & Sundeen (1998) adalah stresor sosial  dimana stress dan kecemasan akan meningkat bila terjadinya penurunan  stabilitas, keluarga, perpisahan dari orang yang sangat penting atau  diasingkan oleh kelomppok/masyarakat. 
Faktor biokimia  dapat meyebabkan partisipasi klien berinteraksi dengan kelompok kurang,  suasana yang terisolasi (sepi), sehingga dapat meningkatkan stress dan  kecemasan yang mengeluarkan halusinogenik.
Faktor psikologis  yang juga akan meningkatkan intensitas kecemasan yang berkepanjangan,  disertai terbatasnya kemampuan dalam memecahkan masalah, mungkin akan  mulai memunculkan perubahan sensori persepsi klien, biasanya, hal ini  untuk pengembangan koping, menghindari kenyataan yang tidak  menyenangkan, diganti dengan khayalan yang menyenangkan.
Masalah keperawatan yang menjadi penyebab (sebagai Triger) munculnya halusinasi adalah harga diri rendah dan isolasi sosial (Stuart & Laraia, 1998).  Akibat rendah diri dan kurangnya keterampilan mengakibatkan sosial  klien menjadi menarik diri dari lingkungan,.selanjutnya klien akan lebih  terfokus pada dirinya sendiri. Stimulus internal akan menjadi lebih  dominan daripada stimulus eksternal. Klien lama kelamaan akan kehilangan  kemampuan membedakan stimulus internal dengan stimulus eksternal. Ini  memicu terjadinya halusinasi. 
Selain  itu akibat lanjut dari kondisi rendah diri dan kuranngnya kemampuan  klien berhubungan dengan orang lain yang membuat klien menarik diri dari  lingkungan, membuat klien mengalami penurunan motivasi, karena ia  merasa tidak mampu melakukan apapun, sehingga akan memunculkan masalah  kurangnya perawatan diri klien.
Masalah  keperawatan rendah diri yang terjadi pada klien dapat didukung oleh  koping keluarga tidak efektif: kurang pengetahuan, ketidakmampuan  merawat klien dan bahkan menolak klien berada di rumahnya. Hal ini dapat  membuat klien kurang mendapat penguatan terhadap kemampuan yang ia  miliki, sehinggga klien menganggap dirinya makin tidak berharga dan  mengakibatkan keluarga kurang tepat dalam menanganni klien di rumah atau  regimen therapeutik tidak efektif. 
Menurut Towsend & Mary (1995), tanda dan gejala halusinasi adalah sebagai berikut:
- Berbicara, senyum dan tertawa sendirian.
 - Mengatakan mendengar suara, melihat, menghirup, mengecap dan merasa sesuatu yang tidak nyata.
 - Merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
 - Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan hal tidak nyata, serta tidak mampu melakukan asuhan keperawatan mandiri seperti mandi, sikat gigi, berganti pakaian dan berhias yang rapi.
 - Sikap curiga, bermusuhan , menarik diri, sulit membuat keputusan, ketakutan, mudah tersinggung, jengkel, mudah marah, ekspresi wajah tegang, pembicaraan kacau dan tidak masuk akal, banyak keringat.
 
Proses terjadinya halusinasi (Stuart & Laraia, 1998) dibagi menjadi empat fase yang terdiri dari:
Fase Pertama
Klien  mengalami kecemasan, stress, perasaan terpisah dan kesepian, klien  mungkin melamun, memfokuskan pikirannnya kedalam hal-hal menyenangkan  untuk menghilangkan stress dan kecemasannya. Tapi hal ini bersifat  sementara, jika kecemasan datang klien dapat mengontrol kesadaran dan  mengenal pikirannya namun intesitas persepsi meningkat.
Fase Kedua
Kecemasan  meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal dan eksternal,  individu berada pada tingkat listening pada halusinasinya. Pikiran  internal menjadi menonjol, gambarn suara dan sensori dan halusinasinya  dapat berupa bisikan yang jelas. Klien membuat jarak antara dirinya dan  halusinasinya dengan memproyeksikan seolah-olah halusinasi datang dari  orang lain atau tempat lain.
Fase Ketiga
Halusinasi  lebih menonjol, menguasai dan mengontrol. Klien menjadi lebih terbiasa  dan tidak berdaya dengan halusinasinya. Kadang halusinasinya tersebut  memberi kesenangan dan rasa aman sementara.
Fase Keempat
Klien  merasa terpaku dan tidak berdaya melepaskan diri dari kontrol  halusinasinya. Halusinasi sebelumnya menyenangkan berubah menjadi  mengancam, memerintah, memarahi. Klien tidak dapat berhubungan dengan  orang lain karena terlalu sibuk dengan halusinasinya. Klien hidup dalam  dunia yang menakutkan yang berlangsung secara singkat atau bahkan  selamanya.
* sumber : http://smart-pustaka.blogspot.com/search/label/Psikologi*  
No comments:
Post a Comment