
Candi Kalasan atau biasa disebut juga Candi Tara atau Candi Kalibening,  termasuk dalam kelompok candi Budha. Candi Kalasan merupakan bangunan  suci yang dipersembahkan bagi Dewi Tara dan biara bagi para pendeta.  Candi Kalasan di bangun sebagai penghargaan atas perkawinan Pancapana dari dinasti Sanjaya dengan Dyah Pramudya Wardhani dari dinasti Syailendra. Candi Kalasan ini selesai di bangun pada tahun 778M, sehingga merupakan candi Budha tertua di Yogyakarta.
Candi Kalasan atau Candi Tara terletak di Kalibening, Desa Tirtomartani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman, DIY.  yaitu kira-kira 2KM di sebelah barat dari Candi Prambanan, tepatnya 50  meter disebelah selatan jalan raya yang menghubungkan Jogja – Solo, dari  Jogja sekitar 15 kilometer disebelah timur, sehingga Candi Kalasan ini  mempunyai akses, sarana dan prasarana yang sangat memadai.
Candi Kalasan di bangun atas perintah Rakai Panangkaran,  sebagaimana yang tertera dalam prasasti kuno, yang ditemukan tidak jauh  dari lokasi candi. Prasasti tersebut dibuat pada tahun 700 saka atau 778 Masehi dengan huruf Pranagari dan Sansekerta, yang memberikan penjelasan bahwa pendirian candi bermula dari usulan para Guru Sang Raja yang kemudian berhasil membujuk Raja Tejahpurna Parapkarana (Kariyana Panangkara atau Rakai Panangkaran atau Raja Tejapurnapana Panangkaran), mustika Keluarga Syailendra (Syailendra Wangsatikala) untuk membangunnya. 
Jadi hal ini juga bisa ditafsirkan bahwa candi ini telah dibangun oleh dua raja secara bersama-sama yaitu raja dari wangsa Syailendra dan raja dari Mataram Hindu, yang tidak diketahui namanya di zaman wangsa Syailendra, untuk membangun sebuah bangunan suci sebagai penghormatan bagi “Bodhisattva” wanita yaitu Wanita Tara (Dewa Tara atau Tarabhawana) dan sebuah biara bagi para pendeta. 
Bila merujuk pada prasasti Kelurak, tokoh ini diidentikan dengan Dharanindra atau jika merujuk pada prasasti Nalanda adalah ayah dari Samaragrawira. Sehingga candi ini dapat menjadi bukti kehadiran Wangsa Syailendra, penguasa Sriwijaya di Sumatera, di tanah Jawa. 
Sang  raja kemudian menghadiahkan Desa Kalasan kepada para biara dan tahun  778 masehi dianggap sebagai tahun pembuatan Candi Klasan. Biara yang  disebut dalam prasasti ini diperkirakan adalah Candi Sari, yang berlokasi sekitar 300 meter sebelah utara Candi Kalasan.
Detail Candi Kalasan
Pada awalnya, hanya candi Kalasan ini yang ditemukan pada kawasan situs ini, namun setelah digali lebih dalam, maka ditemukan lebih banyak lagi bangunan-bangunan pendukung di sekitar candi ini. Selain candi Kalasan dan bangunan - bangunan pendukung lainnya, ada juga tiga buah candi kecil di luar bangunan candi utama, berbentuk stupa.
Bangunan  candi ini mempunyai tinggi 34 meter, panjang dan lebar 45 meter. Secara  vertiklal, bangunan ini dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu  bagian bawah atau kaki candi, tubuh candi dan atap candi. Bagian  terbawah candi merupakan kaki candi yang berdiri di sebuah alas batu  yang berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 45 meter dan sebuah batu  lebar. Di bagian ini terdapat tangga masuk yang dihiasi dengan makara di  bagian ujungnya. Di sekeliling kaki candi terdapat hiasan sulur-suluran  yang keluar dari sebuah pot bunga atau jambangan. 
Tubuh candi  berbentuk bujur sangkar dengan beberapa penampilan yang menjorok keluar  di sisi tengahnya. Pada bagian tenggara terdapat bilik yang dapat  dimasuki melalui bilik penampil sisi timur. Di dalam bilik tersebut,  terdapat singgasana bersandaran yang dihiasi pola singa, yang berdiri di  atas punggung seekor gajah. Pada bagian luar tubuh candi terdapat  relung yang dihiasi figur tokoh dewa dalam posisi berdiri, dengan  memegang bunga teratai. Pada bagian selatan candi terdapat dua relief Bodhisattva. 
 Bagian atap candi ini berbentuk segi delapan dan terdiri tiga tingkat. Pada bagian atap paling atas terdapat 8 ruangan.  Atap ditingkat dua berbentuk segi delapan, sedangkan atap di tingkat  pertama berbentuk segi duapuluh, sebangun dengan bentuk candid an  dilengkapi dengan kamar-kamar di setiap sisinya. Sebuah arca yang  melukiskan manusia Budha, terdapat di tingkat pertama, sedangkan di  tingkat dua terdapat arca yang melukiskan Yani Budha. Misalnya Yani Budha Ratnasembawa yang berada di sisi selatan. Bagian puncak candi berbentuk bujursangkar yang melambangkan Kemuncak Semeru.  Di bagian puncak ini, kemungkinan juga dihiasi dengan stupa, tetapi  sayang bentuk stupa ini tidak berhasil direkonstruksi kembali karena  banyak batu yang sudah hilang. Diantara bagian atap dan tubuh candi, terdapat hiasan bunga makhluk kayangan berbadan kerdil yang disebut Gana.
Bagian atap candi ini berbentuk segi delapan dan terdiri tiga tingkat. Pada bagian atap paling atas terdapat 8 ruangan.  Atap ditingkat dua berbentuk segi delapan, sedangkan atap di tingkat  pertama berbentuk segi duapuluh, sebangun dengan bentuk candid an  dilengkapi dengan kamar-kamar di setiap sisinya. Sebuah arca yang  melukiskan manusia Budha, terdapat di tingkat pertama, sedangkan di  tingkat dua terdapat arca yang melukiskan Yani Budha. Misalnya Yani Budha Ratnasembawa yang berada di sisi selatan. Bagian puncak candi berbentuk bujursangkar yang melambangkan Kemuncak Semeru.  Di bagian puncak ini, kemungkinan juga dihiasi dengan stupa, tetapi  sayang bentuk stupa ini tidak berhasil direkonstruksi kembali karena  banyak batu yang sudah hilang. Diantara bagian atap dan tubuh candi, terdapat hiasan bunga makhluk kayangan berbadan kerdil yang disebut Gana. Candi  Kalasan dan Candi Sari terkenal sebagai candi yang indah hiasannya dan  sangat halus pahatan batunya. Ada keistimewaan dari Candi Kalasan dan  Candi Sari yang tidak terdapat pada candi lainnya, yaitu pada pelapis  ornamen-ornamen dan relief pada dinding luarnya yang dikenal sebagai “Vajralepa” (Brajalepa),  suatu bahan berwarna kuning yang terbuat dari getah beberapa tanaman  yang fungsi sebagai perekat dan pelindung terhadap kerusakan dan menjaga  ukiran, serta memperindah relief dindingnya. Dari kata Vajralepa,  hingga kini orang Jawa ketika membangun dan melapisi tembok rumahnya  biasa disebut dengan istilah “Ng-Lepa” atau “Nglepo”.
Rakai  Panangkaran yang juga konseptor Candi Borobudur menjadikan Candi  Kalasan atau Candi Tara ini begitu indah dengan hiasan relief-relief di  permukaannya. Pada setiap pintu masuk, sisi utara dan selatan, terdapat  hiasan relief berbentuk “kala”, mungkin ini juga menjadi asal mula nama “Kalasan”.  Dibagian jengger terdapat hiasan relief berbentuk kuncup-kuncup bunga,  daun-daunan, dan sulur-suluran. Pada bagian atas dihiasi dengan relief  pohon dewata dan lukisan awan beserta penghuni khayangan, yang sedang  memainkan bunyi-bunyian. Para penghuni khayangan tersebut membawa  gendang, rebab, kerang, dan camara. Di bagian atap candi terdapat kubus yang dianggap sebagai kemuncak Gunung Semeru, dan disekitarnya terdapat beberapa stupa. 
Di  sekeliling candi terdapat stupa-stupa, yang sebagian besar sudah tidak  utuh lagi, dengan tinggi kurang lebih 4,60 meter, berjumlah 52 buah.  Tetapi sayang stupa-stupa tersebut tidak dapat direkonstruksi lagi  karena sudah banyak batu yang hilang. 
Candi  ini juga menjadi bukti bahwa pada masa lalu telah ada upaya untuk  merukunkan pemeluk agama satu dengan yang lain. Terbukti, Panangkaran  yang beragama Hindu membangun Candi Tara atas usulan para pendeta Budha  dan dipersembahkan bagi Pancapana yang juga beragama Budha. Candi Kalasan ini pulalah yang menjadi salah satu bangunan suci yang menginspirasi Atisha, yaitu seorang Budhis asal India yang pernah mengunjungi Kalasan dan Borobudur dan menyebarkan Budha ke Tibet.
*sumber :http://smart-pustaka.blogspot.com/search/label/Candi*   


 
 
No comments:
Post a Comment