Menurut Dr Frank, remaja hyper-texter juga lebih mungkin terlibat dalam perkelahian fisik, pesta minuman keras dan juga penyalahgunaan obat-obatan.
"Jika orang tua mampu memantau pergaulan anak-anaknya baik lewat ponsel maupun jejaring sosial, maka mereka tentunya juga lebih mungkin memantau kegiatan anaknya yang lain," jelas Dr Frank.
Penelitian ini dilakukan dengan menyurvei 4.200 siswa SMA di Clevelan. Dari keseluruhan partisipan diperoleh 20 persen siswa adalah hyper-texter, 11 persen hyper-networker (3 jam per hari atau lebih menghabiskan waktu untuk jejaring sosial) dan sekitar 4 persen termasuk hyper-texter dan hyper-networker.
"Hasil survei menunjukkan bahwa remaja hyper-texter 3,5 kali lebih mungkin berhubungan seksual ketimbang hyper-networker, tetapi hyper-networker lebih mungkin menggunakan alkohol atau narkoba," jelas Dr Frank lebih lanjut.
Dr Frank menjelaskan, anak yang hyper-texter dan hyper-networker cenderung memiliki karakter seperti sangat sosial, impulsif dan rentan terhadap tekanan. Karakter inilah yang mendasari perilaku berisiko.
Peneliti juga menemukan bahwa hyper-texter dan hyper-networker lebih umum di kalangan perempuan dengan orang tua tunggal atau orang tua yang berpendidikan rendah.
"Kami memang masih harus melakukan penelitian lebih lanjut, tetapi hal ini sudah merupakan peringatan awal bahwa orangtua harus lebih memantau perilaku anak-anaknya," tutup Dr Frank.
Hasil temuan ini telah dipublikasikan pada American Public Health Association di Denver, pada 9 November lalu.
( Sumber : http://www.apabae.co.cc/2010/11/pergaulan-bebas-rentan-pada-remaja-yang.html )
No comments:
Post a Comment